Saturday 9 February 2013

ngggggggggg, kuping!

Bagaimana rasanya jika kuping kamu ada suara yang ga kamu inginkan? Berdenging, tanpa tahu kapan berhenti? Yah, sepele, kecil, tapi cukup mengganggu bukan? Saya sudah merasakannya, tepatnya sudah seminggu lebih. Awalnya, gejala ini muncul beberapa bulan yang lalu. Waktu itu saya pikir cuma karena posisi tidur saya yang salah, sehingga ketika bangun saya kuping saya berdengung. Mungkin karena posisi kuping yang tertindih terlalu lama, sehingga mampat, dan menutup lubang telinga, dan timbul bunyi mendenging ini. Hahaha, kesimpulan yang sangat bisa diragukan memang. Waktu itu setelah beberapa hari suara mendenging itu hilang dengan sendirinya. Tentu saja lega karena saya tidak perlu pergi memeriksakan diri. Yah, saya sering malas untuk pergi ke puskemas misalnya, padahal jaraknya dekat dengan rumah.

Kemudian, beberapa hari yang lalu, suara itu hadir lagi. Sayapun berpikir paling-paling nanti akan sembuh
sendiri. Sayapun menunda-nunda hanya sekadar untuk periksa. Malas. Tapi seorang teman saya mengingatkan, untuk urusan kesehatan ga boleh malas. Ah, kenapa musti diingatkan teman kamu, suara lain melintas. Akhirnya tiga hari lalu, saya pergi ke puskemas. Sampai di tempat, dokter mengajukan beberapa pertanyaan kepada saya sebelum memeriksa. Apa saya senang mengkonsumsi obat sembarangan yang beredar bebas? Seingat saya tidak, tapi saya menambahkan, saya pernah membeli obat sakit gigi di luar. Apa saya demam atau flu, lalu saya jawab tidak. Dia juga mmencari tahu apakah saya bekerja di tempat bising, pabrik misalnya. Setelah itu, dia memeriksa telinga saya dengan menyinarinya. Dan, voila, “oh, jadi serumennya keras ini,  menghalangi saluran, makanya berdengung” sayapun bertanya-tanya, kenapa bisa keras yo? Ah, pertanyaan tidak sempat saya ajukan. Kemudian saya menerima resep, dan di kertas itu tertulis : cairan Glycerol dan beberapa paracetamol. Ini juga, paracetamol? Siapa yang demam? Saya yang awam ini hanya bisa bertanya-tanya lagi, hahaa.. tiga hari lagi saya harus cek lagi.

Hari itu sudah tiga hari setelah saya periksa. Saya pergi lagi ke puskemas. Daftar di loket, seperti biasa membayar Rp 5100. Menunggu arsip saya, yang ternyata tidak ditemukan, mungkin tertinggal di tempat periksa. Saya hanya diberi secarik kertas kecil berisi keterangan nama, umur, dan alamat. Saya segera menuju ke tempat pemeriksaan. Sesampainya di tempat periksa, saya tidak bertemu dengan dokter yang kemarin menangani saya. Hanya ada beberapa orang, dan seorang petugas, entah dia dokter or mantri, mulai memeriksa saya. Dia lalu menyinari telinga saya, dan komentarnya adalah “wah, radang ini” sambil mencongkel serumen keras di telinga saya. Di benak saya saat itu, “Ha, radang?”. Agak sakit. Tapi, telinga saya tidak berhenti mendenging, dan dia bilang untuk setelahnya bisa terus diteteskan obat dan dibersihkan dengan cotton bud. Boleh ya?!emang…kemudian seorang petugas yang lain memberikan resep lagi. Saya lupa nama obat apa, yang saya ingat ada tambahan vitamin c, ya vitamin c, entah ini untuk apa di resep saya. Sampai di loket, saya mengambil obat. Agak heran melihat salah satu bungkusan tablet. Jadi, salah satu tablet itu berwarna buram, maksud saya agak kekuning-kuningan, sempat ragu, dan bertanya kira-kira obat yang mana, apakah vitamin c atau obat yang satunya, dan kenapa musti warnanya bulukan gini si. Saya pulang, dan hanya meminum tablet yang berwarna putih cerah. Berharap beberapa hari lagi suara mendengung ini hilang dan telinga saya sembuh. Horeee..

Tetapi, eh tetapi ternyata saya merasa tidak sabar karena harus bolak balik ke puskemas untuk membersihkan telinga saya. yah, di puskemas memang belom ada alat canggih buat membersihkan serume keras, jadi harus pake cara manual, dan itu lama sodara. Akhirnya saya memutuskan pergi ke poliklinik di Rumah Sakit daerah. Dapat nomor antrean kemudian menuju tempat periksa khusus THT. sampai di ruangan, dokternya langsung ngasih resep obat tetes (lagi) yang harus saya tebus ke apotek. Dokter juga berpesan kepada saya setelah ditetesi obat saya disuruh pergi ke tempat praktiknay di sebuah apotek. Harga obat tetes itu jauh berkali-kali lipat dibanding yang di puskesmas, sekitar 80 ribu klo ga salah. Lalu saya pergi ke tempat praktik dokter THT. Antre sebentar, kemudian giliran saya. di tempat tersebut ternyata ada alat atau mesin untuk mengambil serumen keras di kuping. dan cuma sebentar, serumen berhasil dibersihkan. yah, secepat itu, bayangkan jika harus bolak balik ke puskesmas. tapi ya itu, biayanya berlipat-lipat, hhdeww. "see, sehat itu mahal kan? coba duit sebanyak itu, buat yang laen?" -ah, suara laen muncul-. sekarang suara mendenging itu berkurang drastis, hampir hilang, tetapi kenapa klo suasana hening seperti masih ada suara nggggg di kuping ? ah...